Home » » Doa Pohoh-Pohon

Doa Pohoh-Pohon

Written By mas muhlis on Kamis, 27 Maret 2014 | 00.56


Siang sebentar lagi akan sempurna menggantikan malam.Subuh masih menyisakan titik-titik air yang jatuh dari udara yang menusuk tulang.Pagi masih terang-terang tanah.
Pardi berpijak hati-hati menuruni pohon kelapa.Tataran pohon kelapa yang dipijaknya masih dilapisi oleh embun.Terlihat ember bekas tempat cat menggantung di pinggangnya.
Ia berhenti sejenak di kaki pohon.Dilemparnya pandangan ke hadapannya.Terlihat pohon kelapa yang tinggi menjulang tertutup kabut terlihat remang-remang,
“Saya mau membantu mengambil legen, mbah….”
Kembali terngiang ditelinga Pardi suara bocah itu tadi malam.Selalu ada tetes-tetes hangat yang mengalir di pipinya setiap kali mendengarnya.
“Mbah ?”
Ya, sepantasnyalah cucunya berkata demikian.Sudah dua bulan mereka tidak mendapat uang untuk membayar uang SPP.Sudah hampir satu tahun mereka tidak pernah mendapat uang saku.
Bahan makanan sangat mahal.Haruskah ia menyalahkan Heru yang tidak kunjung mengiriminya uang.Atau Umi yang tidak meu tinggal bersama mereka.
Lalu... Pak Hambali ? Salah lelaki itukah semua ini.
Tidak! Suara hati Pardi segera membantah.Memang Heru anaknya pergi ke Malaysia bersama Bapak Hambali.Tetapi semua itu juaga untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik lagi.
“Do’akan saja aku, Pak.Aku dan Umi akan berusaha mengirim uang untuk Ibu dan Bapak.Dan untuk anak-anaklah kami berdua pergi merantau.”Begitu terngiang di telinga Pardi kata Heru dan menantunya, dulu ketika akan pergi.
***
“Sudah Mbah bilang, kalian tunggu di rumah saja, ya.Nanti sebelum maghrib Mbah pulang.”
Anak itu berlarian di dekat Pardi.Seperti tak memedulikan kakeknya, dan masih juga membawa ember bekas cat di tangannya.
“Imam, kamu dengar mbah tidak? Cepat bawa adikmu pulang.”
“Nggak mau! Imam nggak mau pulang! Imam mau di sini menemani Mbah” Anak laki-laki itu tetap duduk di bawah pohon kelapa.Menemani.
“Tadi disuruh disuruh mbah putri menemani mbah ngambil legen, mbah”
Itulah pekerjaan Pardi, mengambil legen dari dangu pohon kelapa.Sedangkan di rumah Sulastri istri Pardi memasak legen menjadi gula merah.Orang-orang memerlukannya untuk memasak sampai membuat kue tradisional.Setiap pagi dan sore ia akan mengambil legen pohon kelapa.Dan siang harinya dia harus mencari kayu bakar untuk memasak legen dibantu cucu pertamanya.
Pardi bekerja seperti itu untuk menghidupi istri dan cucunya.Juga membiayai sekolah Andik yang kini sudah kelas kelas satu sekolah menengah.Tahun ini Lia akan masuk sekolah dasar.Pardi belum memeikirkan dari mana mendapat uang untuk mendaftarkannya.
Tanaga lelaki tua itu sanggup menaiki lima belas pohon kelapa setiap hari.Ibu Jami akan menggeleng-gelengkan kepala setiap kali mengambil pesanan gula merah di rumahnya. “Kamu benar-benar kuat Pak.Kerja kamu seperti anak muda saja,”ujar Ibu Jami.
Pardi hanya tersenyum, menerima lembaran-lembaran uang dari tangan perempuan bos gula merah itu.
“Bagaimana kabar Heru Pak?”
Pardi mengangkat kepalannya. “Baik,” ucapnya pelan.
“Kerja apa dia di sana?”
“Tidak tahu.”
“Apa tidak parnah mengirim kabar?”
Pardi hanya bisa menggeleng, membuat dahi Ibu Jami tercipta keru-kerutan.
Ia memang tak bisa menjawab semua pertanyaan tenteng anak dan menantunya, sebab memang ia sendiri tak begitu mengerti.Yang ia tahu anak dan menantunya pergi bekerja di Malaysia.Mungkin sebagai kuli bangunan atau menjadi buruh pabrik.
“Sudah berapa lama mereka pergi, Pak?”
“Sudah hampir dua tahun”
Wajah Ibu Jami menyiratkan ketidak mengertian.Masih penasaran.Tetapi ia tidak bertanya lagi.Maka bersyukurlah Pardi dalam hati.Ia memang tak begitu suka orang-orang bertanya tentang anak dan menantunya.Apalagi mereka sering pula meninggalkan anak dan orang tuanya.Tak bertanggung jawab.
***
“Sam pulang kapan, Mbah ?” selidik Mali ,tetangga sebelah.
Pardi seolah tak mendengar.Masih saja ia mengumpulkan kayu bakar.Lagi pula ,bukankah sudah beberapa kali lelaki itu bertanya begitu.Tetapi diangkatnya pula matanya mencari Mali.
“Hmm… aku hanya kasihan sama kamu ,Mbah.Kamu bekerja keras sekali.
“Sudahlah…Aku tahu kamu tak tega melihat aku seperti ini.Tetapi aku senang kok.Meski tanganku jadi kasar begini.”
“Apakah kamu tidak marah pada anak dan menantumu ?”tanya Mali ragu.
“Marah ?”karena apa ?
“Karena kamu ditinggal anak dan menantumu.”
“Ha ha ha…Apa yang aku kesalkan ?Kepergian Heru untuk mencari uang.Mengapa aku harus kesal jika dengan melepasnya cucuku semua akan bisa berdekolah.”
Mali hanya terpana. “Subhanallah.Kamu memang orang yang sabar, Mbah.”
Pardi hanya tersenyum sedikit.Dalam hati ia berdoa agar ucapan Mali menjadi doa yang didengar Allah.
“Tapi Mbah, kamu juga harus memperhatikan dirimu.Jangan bekerja terlalu keras.Kalau kamu sakit bagaimana ?Siapa yang bekerja nanti ?”
“Kenapa kamu bertanya begitu ?”Tanya Pardi sambil mengikat kayu bakar. “Apa karena kamu mendengar aku batuk beberapa hari ini ?”
“Iya”
“Hmm…apa suara batukku menggagu tidurmu ?”
“Oh tidak…tidak !Bukan begitu maksudku ,Mbah.”Mali buru-buru menjelaskan. “Aku benar-benar khawatir.”
Pardi hanya tersenyum.Mendongak ke atas di mana matahari sudah hampir mencapai kulminasi. “Aku sedang butuh banyak uang.Lia mau kuantar sekolah tahun ini.Bulan depan sudah pendaftaran.”
“Ya aku tahu.Tetapi…”Mali tak melanjutkan kalimatnya.Tiba-tiba saja Pardi pingsan di hadapannya.
“Tolong-tolong….”tak ada orang yang mendengarnya.Seketika itu juga Mali langsung menggendong Pardi.Sesampainya dirumah Pardi, Sulastri langsung memanggil cucunya untuk membantu Mali.
Setelah Mali menceritakan kejadian yang dialami oleh Pardi, Mali pulang dan memberi tahu keadaan Pardi pada orang-orang.
***
Malam itu orang-orang akan mengadakan doa agar Pardi bisa cepat sembuh.Sedah hampir satu minggu Pardi tidak ke masjid.Pardi memang tergolong orang yang rajin beribadah.
Pada saat dibacakan doa untuk Pardi.Mali mendengar suara ramai sekali.Padahal orang yang ada di masjid tidak ada dua puluh orang.Mali menoleh ke kanan-kirinya.Juga terdengar suara ramai sekali di luar.
Mali segera kaluar.Namun begitu ia berada di luar disadarinya ada yang aneh. “Amin…amin…amin…”terdengar banyak sekali yang berkata amin.Maka dilebarkanlah kelopak matanya.Dilihatnya tak jauh dari masjid seorang lelaki duduk bersila.Itu Heru, anak Pardi.Mulutnya terlihat mengamini doa yang dibacakan dari masjid.
Namun telinga Mali mendengar suara yang lebih ramai lagi mengamini doa dari masjiad.Suara itu datang dari pahon-pohon di dekat masjid.Tentu saja Mali heran.
Tanpa mali sadari kakinya pun melangkah mendekat.Dan alangkah terkejutnya ia ketika menyadari suara itu memang benar-benar datang dari pohon-pohon dekat masjid.Mali menebalkan matanya.Dan ia terbelalak menyaksikan pemandangan itu.Mereka punya mulut.Suaranya ramai sekali.
Subhanallah” jerit Mali.Dan saat itulah ia merasakan tangan Pak Ustadz menepuk pipinya. “Bangun !” katanya.
Keesokan paginya Mali datang ke rumah Pardi.Ia mengetuk pintu rumah pardi.Ia ingin sekali menceritakan mimpinya tadi malam kepada Pardi.Namun tak terlihat ada orang di rumah.
Ke mana orang-orang?Tanya hatinya.Matanya terbelalak mendapatkan Pardi datang membawa legen.Tiba-tiba air mata Mali mengalir.Segara didekapnya tubuh lelaki tua itu.
Astagfirullah ! Mali ada apa ini ?”Pardi tak mengerti ada apa dengan Mali.
Mali tak bisa berkata apa-apa.
Pardi semakin tak mengerti saja melihat tingkah Mali.


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Twitter | Facebook | Cara Zaenal
Copyright © 2013. Belajar Cerpen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Belajar Cerpen
Proudly powered by Blogger