Home » » Leret Takzim hidup

Leret Takzim hidup

Written By mas muhlis on Kamis, 27 Maret 2014 | 00.41


“ Sebentar lagi aku akan menemui kepala sekolah….”
“Untuk apa kau menemui kepala sekolah Wan ?”
“Aku ingin meminta tandatangan…sekalian kita tunggu Rendy, mungkin tidak lama lagi dia datang ”
“ya sudah kita tunggu…mungkin setelah ini kita bertiga akan berpisah”
Tak lama berselang Rendy datang dengan nafas terengah-engah.Kami semua tahu, diantara kami bertiga Rendy lah yang paling jauh rumahnya.Walaupun masih terlihat lelah dia tetap semangat, karena hari ini dia dijanjikan sebuah pekerjaan oleh saudaranya di Kalimantan.
“Aku punya cerita..hari ini aku senang sekali”
Karena penasaran, lantas aku langsung bertanya kepada Rendy.
“Apa cerita yang kau bilang itu tadi Ren ?Apakah nomer yang kau pasang kemaren tembus ?”
“Bukan-bukan…aku tidak pernah pasang nomer..”
“Lalu apa Ren ?”
“Aku tadi malam diajak pamanku bekerja di Kalimantan…Katanya bekerja di pabrik pengolahan kayu…Mungkin setelah menerima ijazah aku berangkat..”
Tidak lama berselang kepala sekolah datang.Erwan bergegas menemui beliau untuk memeinta tandatangannya.Sambil membawa SKHU dari petugas tata usaha yang belum sempat dia masukan dalam sebuah map.Sambil berlari dia memesukan SKHU itu ke dalam map.Tak lama berada di ruang kepala sekolah kemudian Erwan keluar membawa SKHU yang suda di tandatangani.Kemudian Erwan duduk diantara aku dan Rendy.
Salah satu teman kami datang dan kemudian masuk ke ruang kepala sekolah.Dia adalah teman satu kelasku, tetapi tidak begitu akrap dengan ku.Setelah keluar ruang kepala sekolah dia juga hanya menyapa Rendy saja.Karena diantara aku dan kedua temanku hanya Rendy yang paling akrab dengannya.Tetapi Rendy tidak begitu suka dengannya.Dia juga suka memilih-milih teman dan jarang berbicara dengan kami bertiga.
Aku dan kedua temanku adalah anak dari keluarga yang tidak mampu.Aku adalah anak seorang petani, Ayah Erwan bekerja sebagai kuli bangunan.Rendy anak yatim, Ayahnya meninggal sejak dia duduk di bangku sekolah dasar dan ibunya seorang buruh pabrik yang gajinya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Kemarin adalah hari kelulusan tingkat SLTA.Kami semua tahu kalau hari ini diadakan konfoi disini.Semua murid yang lulus merayakannya hari ini, tetepi tidak kami bertiga.Karena bagi kami, hari ini adalah awal dari perjuangan kami bertiga.Aku, Erwan dan Rendy.Kami semua ingin mendapatkankan kehormatan.Sesuatu yang belum kami semua peroleh sejak kami menangis setelah keluar dari rahim ibu kami.
“Aku ingin cepat-cepat bekerja…aku ingin mengumpulkan uang yang banyak, lalu aku akn mendirikan sebuah perusahaan pengolahan kayu…dari sana aku akan mendapatkan kehormatan…apa yang akan kau lakukan Ren ?”
“Kalau aku akan pergi ke Kalimantan.Di sana aku akan bekerja keras kemudian uang yang aku peroleh akan aku berikan ibuku untuk memulai memelihara ayam petelur…aku melihat benyak orang kaya yang berternak ayam petelur…”
Tinggal aku sendiri yang belum mengucapkan keinginanku.Aku sedikit malu dengan kedua temanku.Karena aku akan melanjutkan sekolahku ke perguruan tinggi di Solo.Tetapi semua teman-temanku sudah mengucapkan keinginan mereka masing-masing.
“Aku akan melanjutkan sekolah…Sebenarnya dari dulu aku bercita-cita menjadi seorang guru…Semoga setelah menjadi guru aku akan mendapatkan kehormatan…”
Setelah mengucapkan keinginan kami masing-masing, kami mengucapkan sebuah janji.Sebuah janji yang merubah hidup kami semua.Janji yang tidak akan pernah terlupakan oleh kami semua.
“Jika salah satu diantara kita mendapatkan banyak kehormatan, maka semua harus bisa mendapatkannya.Setelah kita semua mendapatkan kehormatan, kita akan berkumpul disina, di Pacitan”
Kemudian kami berpisah.Tak tahu lagi kapan kita dapat berkumpul kembali.Tetapi yang jelas kami mempunyai tujuan yang sama.
****
Hampir tujuh tahun aku mininggalkan Pacitan, semuanya hampir sama ketika aku masih di sini. Dalam waktu tujuh tahun aku tidak pernah berkunjung ke Pacitan, karena aku mendapat tugas mengajar di SMK N 1 BATAM dan istriku memiliki usaha konveksi yang sulit untuk ditinggalkan di tambah anak kami yang masih kecil.Setelah turun dari mobil aku, istri dan anaku langsung masuk ke dalam rumah untuk mencari Ibu dan Bapak.Aku dan keluargaku akan lama berada di sini, mungkin sekitar dua minggu.
“Mengapa kamu tidak memberi kabar adik kamu dulu kalau kamu mau pulang ?”
“Kemarin sudah saya telefon, tapi tidak bisa”
“Ya sudah…kamu makan dulu dengan istri dan anakmu, lalu istirahat”
Hari ini adalah hari terakir puasa.Karena perjalanan jauh, aku sengaja tidak puasa bersama istri dan anakku.Kami sekeluarga ingin merayakan Idul Fitri di Pacitan.Sekalian mengenalkan anakku kepada kakek dan neneknya.Karena sejak lahir anakku belum pernah melihat kakek dan neneknya.
Keesokan paginya setelah Sholat Idul Fitri aku minta maaf kepeda kedua orang tuaku.Kemudian aku minta ijin kepada orang tuaku untuk pergi kerumah teman-temanku bersama istri dan anakku, termasuk Rendy dan Erwan.
“Pak... Bu… aku ingin pergi kerumah teman-temanku dulu”
“Kemana Nang  ?”
“Ya semua teman-temanku dulu Bu…Termasuk Erwan dan Rendy”
Ibu dan Bapakku tidak menjawab apa-apa.Mereka berdua seperti kebingungan mendengar perkataanku tadi.Kemudian aku mengambil kunci sepeda motor yang ada di gantungan kunci.Lalu Bapakku pergi keluar rumah.
“Kalau Erwan pergi ke Jakarta…Mungkin rumahnya sepi tidak ada orang karena ibu dan bapaknya pergi ke Solo…Kalau Rendy sudah pindah ke Kalimantan…Jadi kalian tidak usah pergi kesana”
“Ya sudah kalau begitu Bu…Aku pergi kerumah Paman-paman dan temanku yang lain saja…”
Aku dan keluargaku pergi menaiki sepeda motor milik keponakanku.Rencananya kami akan pergi selaturahim kerumah saudara-saudaraku dan ke rumah teman-temanku yang rumahnya tidak jauh dari rumah saudara-saudaraku.
Jalan-jan di sini sudah bagus semua.Tetapi bentuk-bentuk rumahnya tidak banyak yang berubah.Semuanya hampir sama seperti aku masih kecil dulu.Penasaran dengan rumah temen-temanku aku sengaja mengambil jalan yang melewati rumah Erwan.Pada saat itulah aku bertemu dengan Ibu Erwan.Lalu aku menghampirinya.
“Permisi Bu…”
“Maaf  kamu siapa ?kok Ibu tidak pernah lihat kamu sebelumnya…Silakan masuk dulu nang”
“Saya Fandy Bu…Yang dulu sering ke sini”
“Masa kamu Fandy ?”
“Iya Bu…”
“Ibu kok masih belum percaya…Lalu ini anak dan istrimu nang ?”
“Iya Bu…Saya Fendy yang dulu…Oh iya Bu, Erwan Bagaimana kabarnya di Jakarta ?Wahh…Kelihatannya suksus dia Bu…Sampe-sampe lebaran begini tidak pulang…”
“Erwan di rumah nang…Siapa yang bilang di Jakarta ?Sebentar lagi dia juga pulang, katanya tadi pergi sebentar ke Arjosari membeli bensin”
“Lho…kata Ibu saya Erwan kejakarta…oh iya, Rendy pernah ke sini apa tidak Bu…”
Tak berapa lama kemudian Erwan datang.Aku senang sekali melihat temanku ini.Setelah Erwan masuk rumah aku langsung bersalaman dan merangkulnya.Tetapi ada yang aneh pada saat aku bersalaman dengannya.Aku merasakan tangan Erwan kecil sekali.
Setelah kami duduk aku baru menyadari.Separuh telapak tangan kanannnya sudah tidak ada dan jari-jari tangannya pun tinggal dua, hanya menyisakan ibu jari dan jari telunjuknya saja.
“Kenapa tanganmu Wan ?”
“Terkena gergaji…”
“Bagaimana bisa sampai terkena Wan ?”
“Musibah Fen…Tapi sudah tidak apa-apa…ini juga sudah lama…Apa kau sudah tahu kabar Rendy ?”
“Iya tadi pagi aku diberi tahu Ibuku…Rencanannya aku tadi kesana…oh iya, kenalkan ini anak dan istriku”
“Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi pergi ke rumahnya…Aku tidak kuat untuk pergi kesana..”
“Memangnya dia bekerja apa di Kalimantan sana ??”
“Siapa yang pergi kesana ?Dia tidak kemana-mana…Ayo kita kesana…Biarkan anak dan istrimu di rumah bersama Ibuku..”
Aku sangat terkejut mendengar perkataan Erwan tadi.Aku dan Erwan pergi ke rumah Rendy.Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan salah satu sahabatku itu.Rumah Rendy dari sini masih cukup jauh, membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit mengendarai sepeda motor.Dulu aku dan Erwan membutuhkan waktu hampir satu jam menggunakan sepeda ontel.Pada saat aku sekolah dulu di rumah Erwan, aku dan Rendy belum mempunyai sepeda motor.
Sesampainya di rumah Rendy, Erwan segara memanggil adik perampuan rendy katanya Ibunya Rendy pergi keluar negeri menjadi TKI di Hongkong.Adik Rendy hanya tinggal bersama neneknya di rumah.Kondisi rumahnya tidak ada yang berubah, tatanan kursi dan lemarinya juga tidak berubah.Terpajang pula lukisan Rendy pada saat masih duduk dibangku SMK.Aku juga sempat melihat kamar Rendy.Tidak ada apa-apa di dalam kamar, yang tersisa hanyalah tulisan dipintu dalam, Jika salah satu diantara kita mendapatkan banyak kehormatan, maka semua harus bisa mendapatkannya.Setelah kita semua mendapatkan kehormatan, kita akan berkumpul disini, di Pacitan.Aku masih ingat, aku adalah salah satu orang yang mengucapkannya dulu.
“Kemana Rendy Da ?”
“Mas Rendy ngak ada…”
“Kemana dia pergi ?”
Ida diam saja setelah mendengar pertanyaanku tadi.Setelah itu matanya berkaca-kaca seperti orang mau menangis.Pada saat itulah aku mendengar sebuah perkataan yang paling menyedihkan dalam hidupku.Aku langsung tidak bisa berkata apa-apa kepada siapapun juga.
****
Tanpa terasa sudah hampir dua minggu aku di sini, di Pacitan.Rencananya besok lusa aku akan kembali ke Batam bersama anak dan istriku.sebelum pulang Ibuku menyarankan aku untuk beziarah ke makam kakek dan nenekku.Tetapi aku sendiri juga sudah berencana ingin ke kuburan untuk berziarah.
“Kalau mau ke kuburan menunngu agak sore saja”
“iya bu”
Sore itu kuburan sudah lumayan ramai oleh para peziarah.Sesudah berziarah di makam kakek dan nenek, aku berkeliling mencari sebuah kuburan.Anak dan istriku juga ikut mendampingiku mencari.Aku ingin menunjukan makam itu pada anak dan istriku.Dengan sabar aku aku melihat satu demi satu nama yang ada pada batu nisan yang berada di sisi kanan pintu masuk kuburan.
“Ngapain Papa di sini ?”Tanya anakku yang masih umur 5 tahun itu.
“Disini adalah kuburan orang-orang yang dulu ada di Desa ini…Salah satu nama teman papa juga ada yang tertulis disini…salah satu teman terbaik…salah satu orang yang berpengaruh dalam hidup papa”
“Kenapa Pa”
“Takdir nak…Takdir tidak menemukan papa padanya…Dia tertimpa kayu pada saat dia bekerja di Kalimantan…Dia meninggal pada saat mencari kehormatan kami semua Papa, Om Erwan dan beliau sendiri om Rendy”
Aku memejamkan mataku.Aku sedang berdoa agar Tuhan menempatkan Sahabatku itu di tempat yang Mulia. Air mataku mulai menetes dan membasahi pipinku.Salah satu sahabatku kini telah pergi. Hanya kenangannya yang masih tersisa bersamaku. Aku hanya bisa ikhas melepas kepergian sahabatku untuk selamanya.Semoga dia mendapat kehormatannya disana, di sisiNya.
Amin…


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Twitter | Facebook | Cara Zaenal
Copyright © 2013. Belajar Cerpen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Belajar Cerpen
Proudly powered by Blogger